Detiktv

Video Kemenkes: 95% Masalah Malaria Dari Tempat Timur Indonesia

malaria
 

 

Tantangan Besar Malaria Masih Menghantui Wilayah Timur

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia baru-baru ini mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus malaria di Indonesia—sekitar 95%—berasal dari wilayah timur tanah air, seperti Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Fakta ini disampaikan dalam rangka peringatan Hari Malaria Sedunia, yang jatuh pada tanggal 25 April 2025, sekaligus sebagai pengingat bahwa perjuangan melawan penyakit ini masih jauh dari selesai.

Menurut data Kemenkes, meskipun angka  secara nasional telah menurun dalam dua dekade terakhir, penularan aktif masih terjadi di lebih dari 200 kabupaten/kota, terutama yang berada di kawasan dengan akses terbatas, infrastruktur minim, dan tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah.

Baca : Harga Emas Ambruk Lagi! Hari Ini Turun Rp 22.000 Per Gram

Mengapa Wilayah Timur Paling Rentan?

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan wilayah timur Indonesia menjadi episentrum kasus malaria nasional. Pertama, kondisi geografis dan ekologi yang sangat mendukung perkembangan nyamuk Anopheles, pembawa parasit malaria. Hutan hujan tropis, rawa-rawa, dan curah hujan tinggi menciptakan habitat ideal bagi nyamuk.

Kedua, akses pelayanan kesehatan yang terbatas juga menjadi masalah utama. Banyak desa di Papua dan Maluku yang harus ditempuh berjam-jam bahkan berhari-hari dengan berjalan kaki atau perahu motor untuk mencapai puskesmas. Kondisi ini membuat diagnosis dan pengobatan tidak bisa dilakukan dengan cepat, sehingga meningkatkan risiko komplikasi bahkan kematian, terutama pada anak-anak dan ibu hamil.

Ketiga, tingkat edukasi dan kesadaran masyarakat terhadap pencegahan malaria masih rendah. Penggunaan kelambu berinsektisida, misalnya, belum menjadi kebiasaan umum. Selain itu, banyak masyarakat yang belum mengetahui gejala awal, sehingga kerap menunda untuk mencari pengobatan.

Strategi Pemerintah dalam Mengatasi Malaria

Kemenkes telah mengadopsi strategi nasional eliminasi malaria dengan target ambisius: Indonesia bebas malaria pada tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut, berbagai pendekatan dilakukan, termasuk:

  • Peningkatan deteksi dini dan pengobatan cepat. Pemerintah menyediakan RDT (Rapid Diagnostic Test) agar tenaga medis di daerah terpencil bisa segera mendiagnosis malaria tanpa perlu mengirim sampel ke laboratorium pusat.

  • Distribusi kelambu berinsektisida secara gratis. Program ini dilakukan di daerah endemis tinggi dengan melibatkan aparat desa dan kader kesehatan untuk edukasi penggunaan kelambu yang benar.

  • Pelatihan tenaga kesehatan lokal. Dengan melibatkan tenaga kesehatan dari masyarakat setempat, pemerintah ingin memastikan keberlangsungan layanan kesehatan meskipun ada hambatan geografis.

  • Penguatan surveilans dan pencatatan kasus. Teknologi digital mulai diterapkan untuk mencatat dan memantau penyebaran kasus secara real-time, sehingga respon bisa lebih cepat dan terukur.

Namun, tantangan tak hanya pada aspek teknis. Masalah sosial, budaya, dan politik juga kerap menghambat upaya eliminasi malaria, terutama di daerah yang masih mengalami konflik atau minim perhatian pusat.

Peran Masyarakat dan Lembaga Swadaya

Kemenkes juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, termasuk peran lembaga swadaya masyarakat (LSM), tokoh agama, dan media. Di beberapa wilayah Papua, program edukasi lewat gereja dan kelompok adat telah menunjukkan hasil signifikan dalam meningkatkan pemahaman warga tentang malaria.

Di sisi lain, LSM lokal dan internasional seperti MSF (Doctors Without Borders) turut ambil bagian dalam membangun klinik-klinik darurat dan melatih tenaga medis di lapangan. Kolaborasi semacam ini membuktikan bahwa pendekatan komprehensif yang melibatkan semua elemen masyarakat bisa memberikan dampak besar dalam memerangi malaria.

Harapan Menuju Indonesia Bebas Malaria 2030

Dengan 95% kasus berasal dari wilayah timur, jelas bahwa Indonesia tidak akan bisa bebas malaria jika tidak fokus menyelesaikan masalah di daerah-daerah tersebut. Eliminasi malaria bukan hanya soal kesehatan, tapi juga menyangkut kesetaraan akses dan keadilan sosial.

Melalui pendekatan berbasis komunitas, penguatan layanan kesehatan primer, dan komitmen politik yang kuat dari pusat hingga daerah, cita-cita Indonesia bebas malaria bukan hal mustahil.

Namun, tanpa dukungan aktif masyarakat dan konsistensi pemerintah dalam menggelontorkan anggaran dan kebijakan yang tepat sasaran, target 2030 hanya akan jadi slogan semata.

 

Related posts

Video: Tanda Tanya Mbappe Kembali Bolos Bela Timnas Prancis

Juliana

Leave a Comment