32.5 C
Jakarta
May 12, 2025
Berita

Tak Memiliki Uang, Laki-Laki Ini Beli Sekarung Beras Pakai Ijazah Sd

berita unik

Jаkаrtа – Di sebuah sudut pasar tradisional di Jawa Tengah, seorang pria paruh baya berdiri dengan wajah penuh harap di depan kios sembako. Ia bukan pembeli biasa, karena barang yang ia sodorkan kepada sang pedagang bukan lembaran uang, melainkan secarik kertas lusuh: ijazah Sekolah Dasar (SD).

Pria tersebut bernama Pak Suparman, usia 47 tahun. Ia adalah buruh serabutan yang sehari-hari mencari penghasilan dengan mengangkat barang atau membersihkan halaman rumah warga. Namun, sejak beberapa minggu terakhir, pekerjaan serabutan itu kian sulit didapatkan. Harga kebutuhan pokok melonjak, sementara peluang kerja menurun drastis di daerahnya yang terdampak pembangunan proyek besar.

Antara Harga Beras dan Martabat

Pak Suparman mengaku telah menahan lapar selama dua hari bersama istri dan dua anaknya yang masih kecil. Dalam keputusasaan, ia datang ke pasar membawa satu-satunya benda berharga yang masih ia simpan sejak masa kecil: ijazah SD miliknya.

“Saya tidak punya uang, tapi saya butuh beras. Anak saya belum makan sejak kemarin. Ijazah ini memang tak berharga bagi orang lain, tapi bagi saya ini tanda saya pernah sekolah. Kalau bisa ditukar untuk sekilo atau dua kilo beras saja, saya ikhlas,” ujar Suparman dengan mata berkaca-kaca.

Pedagang sembako yang menerima ijazah itu awalnya terkejut dan menolak, namun akhirnya luluh hatinya. Ia memberikan satu karung beras 25 kilogram tanpa menerima ijazah tersebut. “Saya tidak bisa melihat orang tua itu pulang dengan tangan kosong. Kalau kita punya rezeki lebih, bantu saja,” ujar Bu Minah, pemilik toko beras itu.

Potret Kemiskinan yang Masih Menghantui

Kisah Pak Suparman ini viral setelah seorang pengunjung pasar memotret momen itu dan mengunggahnya ke media sosial. Dalam waktu singkat, ribuan komentar membanjiri unggahan tersebut, banyak yang merasa prihatin dan mengecam ketimpangan ekonomi yang terus melebar di Indonesia.

Baca : Hukum Berqurban, Wajib Atau Sunnah? Ini Klarifikasi Dan Keutamaannya

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa hingga akhir 2024, masih ada lebih dari 25 juta orang Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pandemi yang berkepanjangan dan kenaikan harga kebutuhan pokok membuat kelompok rentan semakin terdesak. Di sisi lain, akses pendidikan dan pekerjaan formal masih menjadi masalah struktural bagi masyarakat miskin.

Pak Suparman adalah satu dari jutaan rakyat yang luput dari sorotan media, tapi kehidupannya mencerminkan kegagalan sistem yang belum mampu menjamin kesejahteraan dasar bagi semua warganya.

Solidaritas dan Harapan dari Sesama

Usai kejadian tersebut, banyak warga dan komunitas sosial yang berinisiatif membantu Pak Suparman. Salah satu LSM lokal, Gerakan Peduli Sesama, mengunjungi kediamannya di pinggiran kota dan memberikan bantuan berupa sembako, uang tunai, serta menawarkan program pelatihan kerja.

Ketua LSM, Ibu Ratna Dewi, mengatakan bahwa kisah seperti Pak Suparman seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak, terutama pemerintah. “Ijazah SD yang seharusnya menjadi batu loncatan untuk hidup lebih baik, malah dijadikan alat barter demi bisa makan. Ini tragis, tapi nyata,” ujarnya.

Mereka juga berjanji akan membantu menyekolahkan kedua anak Pak Suparman agar tidak mengalami nasib serupa.

Pendidikan yang Tidak Mampu Mengangkat Derajat

Kisah ini juga menimbulkan refleksi mendalam tentang sistem pendidikan di Indonesia. Selama ini pendidikan disebut sebagai jalan keluar dari kemiskinan. Namun, ketika ijazah hanya menjadi formalitas tanpa keterampilan yang relevan dan tanpa akses ke dunia kerja yang layak, pendidikan pun kehilangan fungsinya sebagai pengangkat derajat.

“Saya bangga punya ijazah SD. Waktu itu orang tua saya susah, tapi tetap nyekolahin saya. Tapi sekarang, bahkan ijazah itu tidak bisa saya pakai buat kerja. Mau kerja bangunan, katanya harus punya sertifikat. Mau dagang, saya nggak punya modal,” keluh Pak Suparman.

Akankah Ada Perubahan?

Pak Suparman hanyalah satu cerita dari jutaan kisah lainnya yang belum terdengar. Di balik angka statistik dan slogan “Indonesia Maju”, masih banyak masyarakat yang berjuang hanya untuk sekadar makan. Ironisnya, mereka bukan pemalas. Mereka bekerja keras, tapi sistem yang tidak adil membuat mereka terperangkap dalam lingkaran kemiskinan.

Kisah ijazah yang ditukar demi sekarung beras ini bukan sekadar kisah mengharukan, tetapi cerminan dari darurat kemanusiaan dan urgensi reformasi sosial yang nyata. Akankah para pemangku kebijakan melihat ini sebagai cambuk untuk bertindak?

Related posts

Pesawat Super Air Jet Mendarat Darurat Di Bandara Juanda

Juliana

Kemenkop Luncurkan MIMS: Dukung Usaha Pekerja Migran!

Juliana

6 Fakta Gres Pembunuhan Gadis Pedagang Gorengan Sampai Tersangka Ditetapkan

Juliana

Leave a Comment